Minggu, 05 April 2009

Fogging Kini; Mati satu tumbuh seribu

Fogging Kini; Mati satu tumbuh seribu
Ivan SP

Musim kampanye hampir berakhir. Aku heran, pada satu pagi, ada seorang ibu yang terkenal aktif dikampungku, tergopoh-gopoh datang ke rumah, “Pak, rumahnya mau di fogging?”. Sejak tahu ada tetanggaku yang kena DBD, tentu tawaran itu sangat sayang untuk dilewatkan. Tentu saja anggukan kepalaku sebagai jawaban. Pucuk dicinta ulam tiba. Karena beberapa waktu lalu, komplek rumahku pernah ngajuin untuk fogging ini, tapi entah kenapa dan gimana caranya, yang difogging justru kampung sebelah yangnggak minta fogging.
Bener, kira-kira 15 menit dari pemberitahuan tadi, suara raungan mesin penyemprot sudah terdengar makin mendekat. Anak-anak terpaksa ngungsi sementara, karena dengan fogging, berarti secara nggak langsung meminta penghuni rumah untuk keluar dari rumah masing-masing. Aku kasih kode, titik mana aja dirumahku yang perlu untuk disemprot. Cuma, agak heran juga metode fogging agak beda dengan biasanya. Yang lalu, saluran pembuangan air di rumah diguyur pake obat cair, kamar-kamar dan daerah rawan nyamuk di rumah ikut kena juga. Tapi yang ini, bener-bener cuma nyemprot bagian luar saja, nggak pake masuk . Bau asapnya juga beda. Tapi kebingunganku terjawab, nggak lama kemudian. Ada satu petugas, membawa setumpuk kertas berwarna, mengedarkan ke rumah yang barusan kena semprot. Beberapa kertas dibagikan ke tiap rumah, termasuk rumahku. Oooo, gambar caleg. Ini jawaban pertanyaanku tadi. Aku tinggal tumpukan kertas diluar rumah, nekat aku pake masker sapu tangan masuk ke rumah, lihat seperti apa hasil semprotan, sekaligus membuktikan kebenaran dugaanku tadi. Lewat lubang jendela yang memang nggak kututup, aku pastikan asap bisa masuk ke ruang dalam rumahku. Rumahku memang mungil, jadi asap sedikit aja, udah membuat seisi rumah penuh dengan asap. Di dalam rumah, memang banyak nyamuk beterbangan. Mataku kualihkan ke lantai. Mestinya, banyak juga yang udah kelenger di lantai. Kuedarkan berkali-kali ke lantai, tak satupun korban berjatuhan dipihak nyamuk. Mereka masih saja enak terbang. Melihat gelagat kurang baik, aku ambil senjata pamungkas untuk nyamuk; raket nyamuk elektrik. Segera kusapa mereka yang masih beterbangan satu persatu. Lebih dari sepuluh nyamuk udah merasakan sengatan raket ini. Selesai, di depan rumahku, masih terlihat asap mengepul. Kubuka pintu, dan betapa kagetnya nyamuk seakan menyerbu masuk berkomunal ke rumahku. Ayunan raketku nggak cukup mampu menyapa mereka semua. Akhirnya, mau nggak mau, aku harus merelakan beberapa kawanan masuk ke rumahku tanpa bisa dicegah lagi. Ternyata, mati sepuluh, digantikan generasi berikutnya yang lebih banyak. Artinya, tekor.
Reflek, pintu ditutup. Tapi begitu berbalik, nyamuk sudah tak terlihat lagi, sudah menemukan tempat baru akibat tempat lamanya diusik. Kini, mereka menemukan tempat baru yang lebih hangat, lebih dekat dengan mangsa. Berarti ntar malam perlu perjuangan lebih keras lagi buatku untuk bisa tidur.
Bener dugaan awalku, ini kayaknya yang disemprotin cuma minyak tanah. Cukup untuk orang tahu ada fogging. Cukup untuk alasan nyebar brosur caleg. Cukup untuk bikin nyamuk bangun. Basa basi. Mending gak usah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar